Romantic Doctor, Teacher Kim - Classy Korean Drama
credit: http://asianwiki.com/Romantic_Doctor,_Teacher_Kim |
Dua tema film seri yang paling saya gemari adalah kriminal dan medis karena keduanya berhubungan erat dengan esensi hidup. Belakangan ini saya kerajingan nonton drama korea sebagai selingan ketika saya bosan dengan film seri kriminal barat seperti Law & Order : Special Victims atau CSI. Nah, seperti yang kita ketahui bersama, drama korea alias drakor identik dengan stereotype yang leyeh-leyeh, melankolis, dramatis dan romantis. Kebanyakan temanya tentang percintaan yang berbau chaebol (konglomerat) yang jatuh cinta dengan orang kere macem kisah Cinderella atau teman masa kecil yang terpisah lalu bertemu kembali dan jatuh cinta dan sejenisnya. Makanya saya ga banyak membahas drakor dan hanya pernah me-review satu drakor dalam sejarah blogging saya, yaitu City Hall yang bertemakan dunia politik dan birokrasi.
Baru-baru ini saya menamatkan serial drakor berjudul Romantic Doctor, Teacher Kim (selanjutnya saya singkat RDTK) yang awalnya saya tertarik nonton karena akting female lead nya, Seo Hyunjin, dan karena tema dramanya adalah dunia medis. Karena saya pecinta Grey's Anatomy, tanpa sadar saya akan selalu menjadikannya standar ketika menonton serial bertema medis lainnya. Dan izinkan saya untuk menobatkan RDTK sebagai film seri bertema medis terbaik di Asia dan pantas disejajarkan dengan Grey's Anatomy.
Beberapa hal menarik dalam drakor ini adalah:
1. Penokohan yang Nyata
Dokter bukan manusia setengah dewa. Mereka juga haus kekuasaan, menginginkan pengakuan dan pujian, merasa superior dan bisa salah mendiagnosa. Mereka juga bisa marah, kesal dan putus asa. Tokoh Master Kim dalam serial ini seolah angin sejuk yang kembali mengingatkan para dokter dalam panggilannya untuk mengutamakan pasien dan bukan kepentingan politik kekuasaan, nama besar ataupun kekayaan. Meskipun karakternya tidak sempurna, namun ia mampu membuka mata kita tanpa merasa didikte dan membuat kita berdecak kagum.
2. Kekuatan Topik
Dalam setiap episode, ada benang merah antara topik dengan konflik antar tokoh ataupun dalam diri tokoh itu sendiri, yang selalu menyiratkan pesan moral di akhir episode sebagai bahan renungan walaupun penonton bukan berasal dari latar belakang dunia medis. Bagi saya, inilah nyawa yang menghidupkan serial ini dan membuat saya ketagihan sekaligus terkesima.
3. Alur dan Tempo
Terdapat alur mundur dalam banyak kesempatan namun secara umum bergerak maju. Penempatan alur mundur tersebut terasa pas dan tidak berlebihan, biasanya muncul ketika ingin menjelaskan kenapa A berpandangan begini atau kenapa B bertindak begitu dan sebagainya. Tidak seperti drakor pada umumnya, tempo serial ini terasa cepat dan praktis, tidak banyak bumbu tak berarti sana-sini, bahkan porsi romansanya pun terbatas tapi tetap esensial sehingga tidak terasa picisan.
4. Nihil Pembodohan
Karena temanya medis, tentu saja saya mengharapkan detail dan bukan sekadar "A sakit keras dan ia harus segera dioperasi, kalau tidak, nyawanya tidak tertolong". Lalu tampilah 1 menit adegan menentukan jadwal operasi, 30 detik adegan scrub in, dan hanya 5 detik adegan bedah. Itupun hanya memperlihatkan pisau bedah scalpel yang ditempel ke kulit pura-pura mau disayat. Ugh.
Di serial ini, penulis tidak malu-malu menyebutkan berbagai macam penyakit dan jenis teknik pembedahan. Alat bedahnya yang beragam jenis diperlihatkan, begitu juga organ yang akan dilakukan pembedahan, teknik yang diterapkan, hingga foto hasil scan tiap kasus. Saya juga yakin para tokoh dokter dalam serial ini mendapat pelatihan dasar mulai dari cara menggunakan alat-alat bedah (saya pun jadi hapal nama-nama alatnya seperti laparoscope, clamp, hemostat, bovie dan lain-lain) sampai gestur menjahit khas dokter bedah. Bahkan durasi adegan di ruang operasi bisa mencapai puluhan menit yang terasa nyata dan menegangkan karena ada saja masalah yang timbul di ruang operasi. Ada pula beberapa masalah yang diangkat oleh serial ini yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam benak saya, misalnya saja saya baru sadar tidak ada rumah sakit yang bersedia melakukan pembedahan terhadap pasien positif HIV karena risiko penularan.
5. Reward and Punishment
Tidak seperti tipikal drakor pada umumnya di mana yang baik akan hidup bahagia, yang jahat akan kena getahnya, lalu si A jadian dengan si B, dan si C yang tadinya terlibat cinta segitiga dengan A dan B akhirnya ketemu jodohnya dan sebagainya. RDTK tidak secara eksplisit menampilkan gagasan reward and punishment bagi para tokohnya. Beberapa cliff hanger di sana sini dengan tetap memberikan gagasan tersembunyi dalam ekspresi dan adegan para tokoh membuat endingnya terasa pas dan tidak berlebihan. Sangat elegan dan berkelas.
6.Idealisme = Romansa
Di episode terakhir, Master Kim mengungkapkan alasan di balik mimpinya membangun trauma center di rumah sakit terpencil adalah demi memberikan pertolongan cepat tanggap sehingga tidak ada lagi pasien yang terlantar dalam perjalanan menuju rumah sakit terdekat atau karena keterbatasan biaya. Ia tidak bermaksud mengubah dunia, melainkan hanya melakukan tugasnya sebagai dokter yang menyelamatkan nyawa orang, karena bagi orang yang sekarat, ialah satu-satunya harapan, ia harus berusaha lebih keras dan tidak menyerah. Mungkin orang menyebutnya idealis, tapi Master Kim menyebutnya dengan istilah romansa (yang saya tafsirkan sebagai kasih universal), yang ia terapkan dengan cara menolong sesama. Klise, tapi fundamental.
Ada juga satu pesan menarik yang ditambahkan di akhir episose:
Do not give up asking the questions about why we live and what we live for,
The moment you give up on that, the romance in life ends.
Secara umum saya terkesima dengan serial ini dan setelah selesai nonton merasa seperti baru merampungkan kuliah satu semester tentang kehidupan. Sangat inspiratif dan bernilai. Mudah-mudahan akan ada lebih banyak drama Asia yang seberkualitas Romantic Doctor, Teacher Kim.
Comments