First-Timer
Tanggal 29 Mei-4Juni 2011 yang lalu saya mengalami banyak sekali first-time, alias untuk pertama kalinya. Yang paling utama adalah became a backpacker for the first time. Thanks to Trinity, penulis The Naked Traveler, saya akhirnya bisa mewujudkan mimpi untuk backpacking. Yah, ga bisa dibilang full backpacking sih secara cece saya bawa koper dan mama saya malah bawa 2 tas tenteng. Jadi bisa dibilang semi backpacker lah. Hehehe...
Selain backpacking, ini juga pertama kalinya saya traveling ke luar negeri. Kalo ada yang bilang Singapore dan Malaysia adalah awal menuju traveling ke luar negeri, saya setuju banget karena saya juga jadi korbannya. Ibaratnya, kalo mau latihan traveling ke luar negeri, maka S'pore dan Malay adalah simulasi yang tepat. Harusnya sih untuk orang yang pertama ke luar negeri pasti berasa deg degan, ga bisa tidur di malam sebelum hari keberangkatan dll, tapi karena traveling ini direncanakan sendiri tanpa tour, alhasil rasanya kaya pergi ke bandung aja, biasa banget. Mungkin juga karena negara tujuannya bukan negara yg termasuk ukuran WOW untuk dikunjungi orang Indo. I mean, sekarang semua orang menganggap ke S'pore dan Malay kaya ke Glodok kan...? Gampang dan murah.
Anyway, karena kami merencanakan untuk budget traveling, maka untuk pertama kalinya saya ngerasain tinggal di hostel. Enak enggaknya hostel tergantung hostel yang kita tempati. Di S'pore, saya tinggal di Hostel Amigos. Karena ini pertama kalinya stay di hostel, maka saya mengira memang se-simple inilah hostel-hostel di dunia : sarapan kadang ga dapet karena rotinya abis, seprai pasang sendiri, living room sempit dan mebel yang jebol, mug bocor, dll. Walaupun saya sudah menyiapkan mental untuk yang terburuk, tapi tetep aja rada bete. Apalagi kebanyakan hostelers di sana adalah S'pore's temporary workers dari negara-negara lain yang bikin suasana ga terlalu friendly.
Di Kuala Lumpur, saya nginep di Hostel Paradiso Bed n Breakfast. Bagi saya hostel ini TOP banged. Mungkin karena abis digempur di Amigos, saya berasa kaya di paradiso (cocok dengan namanya) waktu nyampe di hostel ini. Lokasinya strategis, tepat di seberang monorail Bukit Bintang di samping McD. Suasananya homey banget, living room luas dengan LCD TV dan pilihan DVD up to date plus cable TV astro. Sarapan selalu available, bahkan gratis orange juice dan ga perlu repot seduh teh atau kopi atau cuci peralatan makan coz ada seorang uncle berdarah Surabaya yang khusus menangani breakfast. Kalau kelaparan atau kehausan, kita ga perlu keluar nyari Seven Eleven atau Circle K karena mereka juga menjual berbagai minuman dan mie instan dengan harga yang menurut saya sangat make sense. Bathroom cewe dan cowo dipisah, masing-masing 2 bathroom dan 2 toilet plus 2 wastafel yang semuanya dilengkapi sabun dan bahkan hair dryer, sodara-sodara. Sangat perhatian sekali bukan? Di hostel ini juga saya sekamar dengan ce Belanda yang baru aja balik dari Borneo bagian Malaysia selama 5 minggu dan akan balik ke Holland. Mantaph banged jiwa petualangnya..
Secara keseluruhan, untuk hostel saya lebih puas dengan Paradiso. Saya ga tahu apakah semua hostel di S'pore memang "se-simple" itu karena living cost yang tinggi. Tapi yang pasti kalau saya balik ke S'pore, saya akan stay di hostel lain.
Nah, selain itu, ini juga pertama kalinya saya naik Low Cost Carrier selain Air Asia, yaitu Tiger Air yang berasal dari Singapore. Saya naik Tiger Air rute CGK-SGD dan SGD-KUL. Untuk rute pertama saya terpesona banget dengan flight attendantsnya... super kece n cool. Yang cowo mirip model, yang cewe pun mirip artis sinetron. Mereka tipikal orang Singapore yang berdarah Chinese. Saya sampe kepincut dengan flight attendant co yang bantuin saya naikin ransel ke bagasi atas (padahal sebenarnya saya ga butuh bantuannya, tapi demi alasan "keganjenan" jadi saya sok lemah githu dhe.. hehehe, pake acara salah bangku lagi, harusnya di nomor 10 malah duduk di nomor 11... salahkan keganjenan saya...!). Untuk rute kedua saya malah kebagian flight attendants yang berdarah melayu dan India, bahkan semuanya cenderung "kate" untuk ukuran flight attendant. Tapi itu tidak mengurangi kenyamanan sih, cuma ga bisa memuaskan hasrat keganjenan saya ajah.. hehehehe. Overall, saya lebih suka Tiger Air daripada Air Asia karena flight attendantsnya lebih rapi, seragamnya pun unik dan ga norak, mereka juga cenderung lebih ramah mengingat ini Low Cost Carrier.
First-time yang terakhir adalah experiencing turbulence. Saya selalu penasaran dengan yang namanya turbulensi, bahkan sempet merancang novel bertemakan turbulensi. Tapi gara-gara ga pernah ngerasain, jadi ga tahu gimana caranya menggambarkan turbulensi. Asiknya, dalam pesawat Tiger Air dari S'pore ke KL, saya akhirnya merasakan turbulensi. Mungkin harusnya saya ngerasa takut ato gimana waktu ngalamin turbulensi itu, tapi beneran deh ga tahu kenapa saya malah kesenengan. Waktu itu seorang flight attendant India bernama Mohammad something dan seorang flight attendant cewe sedang mulai mengedarkan makanan dari arah ekor pesawat. Waktu hampir sampai ke tempat duduk saya terjadilah goncangan itu. Awalnya sih sedikit oleng ke kiri, lalu semakin oleng ke kanan dan hampir terbalik. Saya buru-buru meraih tangan si Mohammad supaya ga jatuh. Dia dan flight attendant cewe jongkok sambil memegang trolly dan kursi penumpang. Saya masih tetap memegang tangannya, kali ini beneran bukan karena saya genit, murni supaya dia ga kenapa-kenapa. Saya menanti goncangan yang lebih seru, tapi akhirnya mereda dan saya menepuk tangan Mohammad untuk menenangkan dan bilang :"It's OK now." Saya jadi merasa aneh, dia kan lebih pengalaman dari saya tapi saya malah sok nenangin dia. Dan dia menjawab :"Yeah, it's OK. I'll just wait lah." Setelah itu goncangan berhenti dan mereka membawa kembali trolly ke belakang dan hanya mengedarkan buku menu karena takut barang-barang di trolly akan melukai penumpang kalau terjadi turbulensi lagi. Walaupun sang kapten mengatakan mungkin akan terjadi goncangan lagi, tapi selebihnya pesawat aman-aman aja.
Bagaimana tanggapan saya setelah mengalami turbulensi..?
Well, bagi saya turbulensi memang biasa terjadi dan pesawat terbang tetap menjadi moda transportasi paling aman di dunia. Saya ga keberatan mengalami turbulensi lagi, of course, tapi akan lebih seneng kalau saat terjadi turbulensi ada flight attendant kece yang saya pegangin. Hehehe.... *ganjen mode on
Comments
well, jo.. there's always be a first time right.. hihihihihihi
btw skrg ud reveal nama lengkap neh...?