Inspirational Sources

Saya percaya dalam hidup setiap orang, pasti ada tokoh-tokoh yang berperan penting dalam hidupnya. Tokoh-tokoh itu bisa jadi orang terkenal yang kisah suksenya memberi inspirasi, bisa juga orang-orang biasa yang pernah melintas dalam hidupnya dan memberi kesan mendalam. Yang pasti, tokoh-tokoh tersebut memberikan kontribusi positif bagi hidup orang tersebut.

Saya pun tidak terkecuali. Ada beberapa tokoh yang sangat berpengaruh dalam hidup saya dan bahkan hingga saat ini saya selalu berterima kasih karena pernah mengenal mereka.

Yang pertama dan terutama adalah ibu saya, jelas. I couldn't hope for a better mom than her, seriously. Saya tidak akan pernah bisa menjadi saya hari ini kalau bukan karena beliau. Klise, tapi memang begitu kenyataannya. Beliau punya banyak pengaruh dalam hidup saya, mengajarkan nilai-nilai kehidupan sekaligus mengimplementasikannya, percaya pada kerja keras dan pengharapan, dan yang terpenting adalah push to the limit. If you know you could nail it, then work hard for it. No one could succeed without hard working. Beberapa teman yang mengenal saya sering merasa saya dewasa sebelum waktunya, atau ada juga yang berpendapat saya ini gudang solusi dan sumber pencerahan. Trust me, all those good words, thoughts, and wisdom come from my mom, and she inherits them from her mom, it runs in the family, hehehee..


Ketika duduk di bangku SMP, saya pernah ikut lomba membuat resume yang diadakan Perpustakaan Umum Jakarta Barat. Itu adalah kali pertama saya tahu cara membuat resume sekaligus ikut serta dalam lomba membuat resume. Saya dan teman-teman yang juga berpartisipasi diberi kesempatan untuk memilih langsung buku yang akan dibuatkan resume dari daftar buku yang tersedia di perpustakaan tersebut. Entah kenapa, pilihan saya jatuh pada buku non fiksi berjudul Stay Strong for Teens karangan Terrie Williams. Terus terang, masa SMP bukan masa yang paling menyenangkan dalam hidup saya. Keadaan finansial keluarga saya mencapai titik terendah dan saya baru menyadari perlakuan sinis yang saya terima karena menjadi yang 'terkere' di antara famili lainnya. Saat itu dalam pandangan saya, uang adalah hal yang terpenting dalam hidup dan kita bisa menjadi superior di antara manusia lainnya dengan memiliki banyak uang. Sampai akhirnya saya membaca buku tersebut dan tergugah dengan salah satu bab karangan Terrie Williams yang membahas tentang uang. Saya sadar bahwa uang memang sama pentingnya dengan oksigen, tapi uang bukanlah segalanya. Masih ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dibeli dengan uang. Hingga saat ini, saya masih sering terngiang kalimat-kalimat yang ditulis Terrie Williams dan sangat berterima kasih karena saya tidak menjadi budak uang dan lebih menghargai hidup melampaui ukuran materi. Sebagai tambahan, resume yang saya tulis akhirnya terpilih menjadi peringkat kedua dalam lomba tersebut. Saya bahkan masih menyimpan karangan resume itu, silakan klik di sini untuk mengintip detailnya.

Waktu SMA, saya punya guru Bahasa Indonesia yang kontroversial banged. Kenapa..? Karena beliau cenderung straight to the point, tidak memusingkan ulangan atau nilai tetapi lebih menitikberatkan pada penyerapan ilmu dan implementasinya, orangnya kritis, agak nyeleneh tapi di saat yang bersamaan tetap memperoleh respek dari murid karena beliau memang berpengetahuan luas. Hal yang paling saya senangi dari beliau adalah to think outside the box dan, sekali lagi,  push to the limit. Di tahun 2007, tepat ketika saya dan teman-teman sibuk mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional, stasiun tv Metrotv bekerjasama dengan Universitas Prasetiya Mulya menyelenggarakan reality show yang sebelumnya populer di Amerika dan disiarkan juga di Metrotv, yaitu The Scholar. Saya mengikuti tayangan tersebut dan sangat berharap tayangan itu juga diadaptasi di Indonesia, seperti layaknya American Idol. Dan betapa senangnya saya ketika Metrotv benar-benar mengadakan acara tersebut. Saya sempat khawatir proses kompetisi ini akan mengganggu persiapan saya dalam menghadapi Ujian Nasional. Saya juga tidak mengatakan niat ini kepada siapapun kecuali ibu saya, yang tentunya mendukung banget. Suatu hari dalam pelajaran Bahasa Indonesia, entah bagaimana, guru tersebut tiba-tiba menyinggung mengenai kompetisi beasiswa S1 yang diselenggarakan Metrotv. Tidak terlalu detail atau menggebu-gebu mendorong kami untuk ikut dalam kompetisi itu, tapi dalam hati saya, ada secercah dukungan yang saya rasakan. Singkat cerita, saya berpartisipasi dalam kompetisi tersebut dan bertemu dengan begitu banyak murid yang jauh lebih cerdas dari saya dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Saya bersyukur berhasil lolos seleksi hingga 35 finalis walaupun akhirnya gugur di antara murid-murid cemerlang lainnya yang dengan bangga pernah saya temui. Ketika akhirnya episode singkat mengenai proses seleksi itu akan disiarkan, barulah saya memberi tahu guru Bahasa Indonesia saya bahwa saya telah mengikuti kompetisi tersebut, dan bahwa saya ternyata gugur dalam tahap debat diskusi. Saya dan beliau setuju bahwa pendidikan saat ini masih terlalu textbook dan murid-murid kurang aplikatif dan belum mampu berpikir kritis. Satu hal yang saya suka dari sebuah kompetisi adalah memahami kekurangan kita dan berusaha memperbaikinya. Belakangan, ada seorang adik kelas yang tiba-tiba nyamperin saya dan berkata, "Selamat yah Ci..!" Saya pun bertanya-tanya, selamat atas apa yaa..?? Ternyata sang guru menceritakan tentang partisipasi saya dalam kompetisi itu, yang saya duga adalah bagian dari contoh kasus beliau dalam memotivasi muridnya. Beliau mungkin tidak sadar, bahwa beliaulah yang memotivasi saya dan membuka pikiran saya seluas-luasnya.

Ketika akan memilih jurusan S1, saya berada di persimpangan, entah akan memilih Sastra Inggris atau Sastra China. Orangtua memberi kebebasan memilih, dan saya semakin bingung. Saat itu, saya kenal seseorang yang bekerja di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti. Kebetulan saya baru saja mendapat peringkat kedua dalam lomba English Speech di sana dan beliaulah yang bertanggungjawab atas pemberian hadiah uang tunai melalui transfer rekening bank. Saya pun curhat mengenai kebimbangan saya dan beliau dengan uniknya tidak memberi jawaban tersurat, tetapi hanya berkata, "Bahasa Inggris adalah suplemen wajib." Yang dari situ saya tarik kesimpulan bahwa Bahasa Inggris sudah menjadi skill tambahan yang umum dimiliki seseorang dan menjadi kesatuan paket wajib seseorang. Dengan kata lain, tanpa bermaksud mendiskreditkan siapapun yang berspesialis di bidang Sastra Inggris, mampu berbahasa China bisa menjadi kelebihan yang mungkin belum lazim dimiliki seseorang, at least di Jakarta. Kata-kata itu masih melekat di otak saya dan setiap kali saya ingat perjalanan hidup saya sampai saat ini, terlepas dari pengaruh keluarga saya, saya selalu berterima kasih pada beliau yang, mohon maaf saya lupa namanya, membuat saya memilih Sastra China, dan akhirnya membawa saya ke China meraih S2.

Tokoh terakhir yang menjadi inspirasi bagi saya adalah Tererai Trent. Saya termasuk penggemar acara Oprah Winfrey Show karena kebanyakan tamunya adalah orang-orang biasa yang telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Salah satunya Tererai Trent, seorang perempuan asal Zimbabwe yang kisah hidupnya inspirasional. Beliau membuat saya berpikir life is full of possibilities. Tererai dilarang bersekolah karena menurut ayahnya, perempuan hanya akan menikah, memiliki anak dan mengasuh keluarga. Tetapi ia diam-diam belajar dari buku-buku saudara lelakinya dan mengerjakan PRnya. Sampai akhirnya sang guru mengetahui hal tersebut dan memohon ayah Tererai untuk memperbolehkannya sekolah. Hasilnya nihil. Tererai menikah muda dengan seorang pria yang abusive dan memiliki tiga orang anak di usia 18 tahun. Sebuah organisasi bernama Heifer International mengunjungi desa tempat Tererai tinggal dan seorang perempuan Amerika bernama Jo Luck bertanya pada perempuan-perempuan di desa itu mengenai impian mereka. Tererai mengaku ia bermimpi untuk meraih gelar sarjana, master dan doktor. Ia lalu mengikuti saran ibunya untuk menuliskan impiannya dan menyimpannya dalam kaleng lalu menguburnya dalam tanah. Ibunya yakin jika ditanam ke dalam tanah, niscaya dunia akan serta-merta membantu Tererai mewujudkan mimpinya. Konsep ini mirip konsep Rhonda Byrne dalam buku Secret yang pernah saya baca dan juga pernah menjadi topik dalam acara Oprah Winfrey Show. Alhasil, Tererai pindah ke Amerika bersama suami dan kelima anaknya. Ia bekerja dan kuliah pada saat yang bersamaan. Setelah meraih gelar sarjana, ia kembali ke tanah kelahirannya dan menggali kaleng impian yang pernah ia tulis lalu menandai apa saja yang sudah diraihnya. Begitu juga ketika ia meraih gelar master dan doktor, ia kembali ke Zimbabwe, menggali kaleng impiannya dan menandai impian yang sudah diraihnya. Sebagai pelengkap, suaminya dideportasi karena melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan Tererai menikah lagi dengan seorang pria Amerika yang adalah profesor di Oklahoma State University. Hal yang paling menggugah dalam kisah Tererai adalah bagaimana segalanya terlihat mustahil pada awalnya, tetapi dengan berani bermimpi dan bekerja keras serta keyakinan untuk mendapatkannya, semua itu mungkin saja terwujud. Banyak orang yang tinggal di negara-negara bebas konflik, bebas diskriminasi dan memiliki berbagai fasilitas yang mendukung, tetapi tidak memiliki mimpi dan tidak bekerja keras. Tanpa sadar, mereka menyia-nyiakan sumberdaya yang ada. Melalui Tererai, saya semakin berani bermimpi dan terpecut untuk bekerja keras mewujudkan impian saya.

Yang bisa saya simpulkan dari artikel ini adalah: Nothing is impossible in this world as long as we keep dreaming and work hard for it.

Itulah kelima tokoh yang berpengaruh dalam hidup saya. What about yours..?
 

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Soal dan Essay IELTS Writing Task 2

Study in Fuzhou - Fujian Normal University

Romantic Doctor, Teacher Kim - Classy Korean Drama

IELTS Writing Task 2

IELTS Writing Task 1

Penipuan Derawan Trip oleh @derawan_island

Travel in China : Xi'an 西安 - Huaqing Pool & Terracotta Warriors

Travel in China : Shanghai 上海 - Hangzhou 杭州

Berlatih IELTS Secara Otodidak

Trip to Derawan Islands