Serasa Ditampar
Finally, akhirnya, at last... Setelah vakum hampir 3bulan, hari Minggu yang lalu saya resmi kembali ke gereja. Horeeee... Masalahnya, terakhir kali saya ke gereja untuk merayakan Ekaristi adala tanggal 24 Desember ketika merayakan Natal. Dan sebelum hari itu juga sempat vakum beberapa bulan. Betapa liar diriku. Tapi karena haus akan siraman rohani dan menyadari psikologis saya mulai terguncang lantaran hidup yang kurang seimbang, Saya pun mendapat dorongan hebat menerjang hujan badai menghadiri misa (lebayyy...).
Thanx to Vennia, teman saya yang menatap saya aneh waktu saya bilang saya ke gereja hanya pada saat NaPas (Natal-Paskah). Saya juga sudah lumayan lama vakum dari kegiatan lingkungan, kumpul-kumpul untuk doa, atau kegiatan rohani lainnya di lingkungan komplek. Bukan apa-apa, saya cuma merasa lagi ga mood dan ga niat. Lagipula saya meyakini bahwa saya ingin ke gereja ketika saya memang ingin ke gereja, bukan karena rutinitas.(alasan aja...). Faktor lain yang bikin saya males (akhirnya kesebut juga kata keramat itu) ke gereja adalah gara-gara anggota keluarga yang lain ga ada yang niatnya lebih besar dari saya. Paraahhh kan...?
Tapi ketika akhrinya saya kembali ke Rumah Tuhan hari Minggu lalu, saya mendapatkan banyak tamparan dalam kehidupan rohani saya. Bagi umat yang beragama lain tidak ada salahnya lho untuk menyimak kisah tamparan saya ini, lumayan buat memperdalam iman. Kurang lebih ceritanya begini:
Pastor hari itu adalah pastor tamu yang datang dari Jogjakarta (kalo ga salah) dan dalam khotbahnya beliau bercerita tentang seorang pelukis Italia yang kedatangan teman yang kelihatan murung dan mengajaknya jalan-jalan di halaman rumahnya. Temannya itu tampak tidak bergairah dan ketika mereka berdiri di samping kolam ikan, si pelukis berkata : "Lihatlah kolam ini, di sinilah aku selalu berada ketika ingin merenung dan berpikir tentang hidupku."
Tambahan cerita, Pastor itu menceritakan kisah Yesus di Gunung Tabor yang menampakkan kebesarannya di hadapan Petrus, Yakobus dan Yohanes.
Si Pastor hendak mengatakan bahwa dalam hidup, kita perlu meluangkan waktu untuk memenuhi undangan Tuhan, dengan menghadiri pertemuan lingkungan adalah contoh yang paling sederhana, karena itu sesungguhnya adalah undangan Tuhan.
Dessssss... saya langsung merasa ditampar. Selama ini saya memang males banget ikut kegiatan lingkungan dan mulai merasa pertemuan lingkungan itu tidak penting-penting amat, apalagi mengingat orang-orang yang datang, duh males dhe. Tapi ketika pastor itu mengatakan bahwa ini adalah undangan Tuhan, hmm, saya merasa berdosa banget. Dan inipun sekaligus menjawab pertanyaan saya tentang pentingnya pertemuan lingkungan, bahwa itu adalah special invitation from God.
Pastor itu menceritakan kisah kedua. Di gereja saya, Gereja Trinitas, setiap dua bulan menerbitkan buletin bernama Sabitah yang dibagikan secara gratis. Suatu kali rubrik Surat Pembaca memuat surat yang berisikan curhatan orang yang telah menghadiri misa selama 30 tahun tapi tidak bisa mengingat 1 khotbah pun. Ia merasa ia telah menyia-nyiakan banyak waktu dan pastor pun telah menyia-nyiakan banyak waktu dengan percuma. (OMG, ini persis perasaan saya, pulang gereja masih kebayang isi khotbahnya, bahkan sempet berkaca-kaca ngedengernya, tapi sekarang saya lupa tuh pesan khotbahnya). Surat itu mengundang banyak argumen sampai dimuatlah surat dari pembaca lain yang menanggapinya, bahwa ia telah menikah selama 32 tahun dan selama itu pula istrinya telah memasak banyak sayuran untuknya namun ia tidak bisa mengingat nama masakan istrinya. Akan tetapi ini tidak mengurangi rasa cintanya, bahkan ia sadar, tanpa masakan istrinya, ia pasti sudah lama meninggal dunia.
Maksud dari pastor adalah kehadiran Tuhan menghidupi kita dan tanpanya kita akan mati.
Kemudian pastor berpesan pada umat untuk memastikan kita memiliki Gunung-gunung Tabor dalam kehidupan kita.
Well, saya yakin tidak semua pembaca akan mendapatkan efek yang sama dengan yang saya rasakan mengingat ini adalah kisah yang saya ceritakan ulang dan kondisi tiap orang pun tidak sama. Tapi saya juga ingin mengingatkan (tanpa bermaksud menggurui) kita semua untuk selalu menyisihkan waktu setiap hari mencari Tuhan dan merenungkan hidup kita, niscaya hidup kita akan lebih berkualitas dan berkenan padaNya. Saya pun sedang berjuang melakukannya dan semoga iman kita tidak luntur. Amin.
Comments